Tutup Iklan
Politik

Habiburokhman: PPHN Melalui Amandemen Terbatas UUD 1945 Sangat Sulit

87
×

Habiburokhman: PPHN Melalui Amandemen Terbatas UUD 1945 Sangat Sulit

Sebarkan artikel ini

Berita, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman, turut berkomentar soal wacana Amandemen terbatas UUD 1945 untuk mewadahi Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) demi adanya visi pembangunan nasional yang berkesinambungan.

Habiburokhman mengatakan, terdapat dua konteks pemahaman yang harus dilihat dari rencana Amandemen UUD 1945, salah satunya yakni substansi.

Berita Ini Di Sponsorin Oleh :
Scroll Ke Bawah Untuk Lihat Konten

“Terkait wacana ini ada dua level pemahaman yang harus kita diskusi, yang pertama dalam konteks substansi, kalau subtansinya alasan PPHN bagaimana kesinambungan pembangunan saya pikir kita semua sepakat kalau soal kesinambungan pembangunan,” katanya dalam acara Webinar ARUN dengan tema ‘Pokok-Pokok Haluan Negara, Haruskah Amandemen UUD Terbatas’, Senin, (23/8/2021).

“Banyak hal lain yang memang kita sebagai bangsa untuk duduk bersama, kita dewasa yah siapapun yang sekarang pemerintahnya dan yang akan datang tetap ada satu hal yang berkesinambungan,” tambahnya.

Selain substansi, lanjut Habiburokhman, format PPHN dalam Amandemen UUD 1945 juga dinilai sangat sulit. Hal tersebut, dikatakan Habiburokhaman, seolah-olah kita mencari masalah karena kalau sudah bicara Amandemen pasti akan lari kemana-mana.

“Orang akan menanggapi macam-macam dan kita akan pasti akan sama-sama curiga. Amendemen itu suatu hal yang sangat spesial, harus diusulkan 2/3 (anggota), lalu harus disepakati lain sebagainya. Sehingga jaminannya apa jika terbatas hanya pasal per pasal,” tuturnya.

“Sehingga menurut saya, kita kan ada UU RPJMN atau instrumen dibawah UUD, saya pikir itu lebih secure lebih aman bicara di level tersebut ,kan UU tetap mengikat,” lanjutnya.

Menurut Habiburokhman, memasukan PPHN melalui Amandemen Terbatas UUD 1945 sangat sulit.

Pasalnya, dalam Amandemen UUD 1945 yang terakhir, Presiden bukan lagi mendataris MPR dan MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara.

“Tapi kalau kita mau bongkar kembali Presiden menjadi lagi mandataris MPR dan MPR menjadi lembaga tertinggi negara saya pikir tidak tepat dilakukan saat ini, kita perlu situasi yang tenang dan damai,” terangnya.

“Untuk bicara hal strategis kedudukan MPR itu perlu ketenangan dan keteduhan secara menyeluruh,” tandasnya. (RED | RED)

Artikel ini pertama tayang di http://www.mcmnews.id