Petinggi OpenAI memanfaatkan ChatGPT untuk beragam keperluan harian, mulai dari mencatat ide saat berkendara, persiapan rapat, hingga memilih menu makanan sehat. Teknologi kecerdasan buatan ini telah menjadi alat bantu praktis dalam rutinitas kerja mereka.
Laporan Business Insider menyebutkan bahwa fitur-fitur seperti pengenalan suara, riset kontekstual, dan analisis gambar telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari di internal OpenAI. Meski awalnya dikembangkan untuk keperluan umum, ChatGPT kini juga digunakan langsung oleh para eksekutif pengembangnya.
Gunakan suara saat di jalan
Nick Turley, Head of ChatGPT, menggunakan fitur suara untuk mencatat ide saat berkendara. Ia cukup berbicara selama perjalanan, dan ChatGPT langsung merapikannya menjadi daftar tugas. Menurutnya, ini menjadi cara efektif untuk menuangkan pikiran secara spontan, tanpa harus menyentuh layar atau membuka catatan manual.
Riset cepat sebelum rapat
Mark Chen, Chief Research Officer, memakai ChatGPT untuk mengenali profil peserta rapat dan menyiapkan poin-poin diskusi. Ia menyebut fitur ini mempercepat proses persiapan dan membantu fokus saat pertemuan. Menurutnya, AI dapat menyaring informasi penting dalam waktu singkat, yang biasanya membutuhkan riset manual selama berjam-jam.
Analisis menu restoran
Andrew Mayne memanfaatkan fitur kamera ChatGPT untuk memindai menu makanan di restoran. Ia kemudian meminta rekomendasi makanan sehat berdasarkan tampilan menu. Fitur ini dinilainya cukup membantu untuk membuat keputusan cepat, khususnya saat ia mencoba menjaga pola makan. Namun, ia tetap mewaspadai potensi kesalahan pembacaan pada label atau deskripsi menu.
Asisten kerja dan keluarga
Sam Altman, CEO OpenAI, mengaku menggunakan ChatGPT untuk merangkum dokumen, menjawab email, dan mencari informasi seputar tumbuh kembang anak. Ia menyebut bahwa ChatGPT sangat membantunya untuk menghemat waktu, terutama dalam menyusun tanggapan cepat atas dokumen internal perusahaan dan kebutuhan personal.
Meski merasa terbantu, Altman tetap mengingatkan agar pengguna tidak sepenuhnya bergantung pada kecerdasan buatan. Ia menyebut bahwa hasil dari ChatGPT harus selalu disaring ulang oleh manusia.
“ChatGPT masih bisa salah. Jangan percaya sepenuhnya,” kata Altman.
Pengalaman para petinggi OpenAI ini mencerminkan tren yang lebih luas. Kini, ChatGPT bukan hanya dimanfaatkan oleh tim internal OpenAI, tetapi juga oleh kalangan profesional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dari membuat draf laporan, menyusun presentasi, hingga merancang konten, AI ini telah menjadi alat bantu dalam berbagai lini pekerjaan.
Namun sebagaimana diingatkan Altman, hasil dari sistem ini tetap perlu dikaji ulang oleh manusia. Kecermatan dan verifikasi tetap menjadi kunci utama agar penggunaan AI tidak menimbulkan kesalahan informasi.