Tutup Iklan
Opini

Di Balik Tragedi Rinjani

8
×

Di Balik Tragedi Rinjani

Sebarkan artikel ini

Mengurai Peran Basarnas dalam Situasi Tersulit dan Pentingnya “Indonesia Safety First” dari Kacamata Sosiologi

Oleh: Janyasha, Analis Sosial

Tragedi yang merenggut nyawa Juliana Marins, pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani, meninggalkan duka mendalam sekaligus memicu perbincangan luas. Kritik publik pun muncul, terutama terhadap kecepatan respons tim penyelamat, dalam hal ini Basarnas. Namun di balik sorotan tersebut, tersembunyi realitas kompleks dan penuh risiko dalam operasi penyelamatan di medan ekstrem. Peristiwa ini menjadi pengingat kuat atas pentingnya kampanye “Indonesia Safety First” dalam membangun budaya keselamatan bersama.

Rinjani: Medan Ekstrem yang Menantang

Sabtu dini hari, 21 Juni 2025, Juliana dilaporkan terjatuh ke jurang di sekitar Cemara Nunggal, Gunung Rinjani, saat cuaca gelap dan berkabut tebal. Awalnya, korban diperkirakan jatuh ke jurang sedalam 150–200 meter. Namun setelah lima hari pencarian intensif, jasad Juliana akhirnya ditemukan oleh tim SAR pada Selasa, 24 Juni 2025—di kedalaman mencengangkan, yakni 600 meter.

Fakta ini menunjukkan betapa sulitnya medan dan betapa tingginya risiko yang dihadapi dalam proses pencarian dan evakuasi. Kabut tebal, tebing curam, dan potensi longsor menjadi tantangan nyata yang memperlambat upaya penyelamatan.

Basarnas: Profesionalisme di Tengah Kritik

Respons cepat memang menjadi harapan wajar masyarakat dalam setiap tragedi. Namun dalam konteks penyelamatan di pegunungan, kecepatan bukan satu-satunya ukuran. Prioritas utama dalam setiap operasi adalah keselamatan personel SAR itu sendiri, selain upaya menyelamatkan korban.

Basarnas dan tim gabungan menggunakan metode flying camp dan berkoordinasi intens dengan berbagai pihak, termasuk TNGR, EMHC, Polsek Sembalun, dan relawan lokal. Evakuasi dilakukan secara hati-hati karena medan yang tidak memungkinkan untuk pendekatan konvensional, terlebih dengan keterbatasan alat dan waktu dalam kondisi cuaca buruk.

Mengapa Tragedi Terus Terulang?

Perspektif Sosial atas Risiko di Alam Terbuka

Meningkatnya jumlah pendaki gunung di Indonesia juga diiringi dengan meningkatnya angka kecelakaan. Fenomena ini dapat dianalisis melalui berbagai pendekatan sosiologis:

1. Dorongan Sensasi (Sensation Seeking):
Banyak pendaki mengejar sensasi ekstrem sebagai bentuk pencapaian pribadi, tanpa sepenuhnya menyadari bahaya yang menyertainya.


2. Peran Media Sosial:
Unggahan pencapaian pribadi di media sosial kerap menstimulasi imitasi, menciptakan tekanan sosial untuk melakukan hal serupa tanpa persiapan memadai.


3. Normalisasi Risiko:
Semakin sering risiko dianggap biasa, semakin longgar pula kewaspadaan individu terhadap prosedur keselamatan.


4. Dinamika Kelompok:
Dalam banyak kasus, keputusan yang diambil oleh satu anggota kelompok mempengaruhi keseluruhan tim, meski belum tentu merupakan keputusan terbaik secara keselamatan.


Solidaritas Sosial dalam Aksi

Operasi SAR Rinjani adalah bukti nyata sinergi lintas lembaga yang kuat: Basarnas, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), EMHC, aparat kepolisian, serta relawan setempat. Semua bergerak dalam satu tujuan kemanusiaan.

Fenomena ini mencerminkan apa yang disebut “solidaritas organik” oleh Émile Durkheim—yakni bentuk solidaritas yang lahir dari diferensiasi fungsi sosial dan kerja sama antar peran yang saling melengkapi dalam menghadapi krisis.

“Indonesia Safety First”: Menuju Budaya Keselamatan Nasional

Kampanye “Indonesia Safety First” tidak boleh berhenti sebagai jargon seremonial. Ia harus menjadi bagian dari kesadaran kolektif bangsa, mulai dari edukasi dini, pembekalan sebelum pendakian, hingga pengawasan dan penegakan prosedur di lapangan.

Budaya keselamatan bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah atau tim penyelamat. Ia adalah tanggung jawab kolektif—pendaki, operator wisata, relawan, hingga masyarakat umum.

Penutup

Kematian Juliana Marins adalah pengingat menyakitkan bahwa di balik keindahan alam Indonesia, tersimpan risiko yang tidak bisa diabaikan. Basarnas dan tim SAR telah menunjukkan dedikasi luar biasa dalam kondisi yang hampir mustahil.

Kini, tanggung jawab kita sebagai masyarakat adalah memperkuat budaya keselamatan, agar tragedi tidak terus berulang. Dan agar para penyelamat—pahlawan kemanusiaan di garis terdepan—tidak perlu terus membayar harga yang lebih mahal dari yang sudah mereka korbankan.


Matriks Referensi Artikel

1 RMOL Jateng Kronologi awal kejadian, estimasi jurang, hambatan cuaca, penggunaan heli Link
2 Detik.com Pernyataan resmi SAR, flying camp, jenazah di 600 meter, cuaca buruk Link
3 Suara Surabaya Konfirmasi kedalaman penemuan, penundaan evakuasi Link