Nasional

Abdul Mu’ti: Pendidikan Gizi Tak Perlu Jadi Mata Pelajaran, Cukup Jadi Kebiasaan

14
Sejumlah siswa sekolah dasar menikmati makan siang bergizi bersama di dalam kelas sebagai bagian pembiasaan hidup sehat. (Foto: Istimewa)

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menegaskan pendidikan gizi tak perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Hal itu disampaikannya pada Minggu (20/7) di Jakarta.

Mu’ti menjelaskan bahwa pembentukan karakter anak lebih efektif melalui kebiasaan, bukan sekadar penyampaian materi akademik.

“Jangan dimaknai semua dalam bentuk mata pelajaran,” ujar Mu’ti, dikutip dari Antara, Minggu (20/7).

Menurutnya, jika pendidikan gizi dijadikan pelajaran, maka siswa hanya akan menerima pengetahuan, bukan perubahan perilaku.

“Dibiasakan saja. Kalau jadi pelajaran, hanya jadi hafalan, bukan jadi karakter,” ujarnya.

Ia mencontohkan program Makan Bergizi Gratis sebagai bentuk pendidikan karakter yang bisa dilakukan lewat praktik langsung.

Nilai-nilai seperti tenggang rasa, kebersihan, dan cinta lingkungan menurut Mu’ti juga penting ditanamkan sejak dini.

Di sisi lain, Badan Gizi Nasional (BGN) mendorong agar pendidikan gizi masuk kurikulum secara terstruktur.

“Gizi bukan hanya soal makanan, tapi tentang masa depan,” kata Ikeu Tanziha, Dewan Pakar BGN.

Menurut Ikeu, sekolah adalah ruang paling tepat untuk mentransfer pengetahuan gizi secara sistematis.

Ia menekankan pentingnya keterkaitan antara makanan, kesehatan, dan kesejahteraan untuk dipahami anak sejak dini.

Hingga kini, usulan BGN belum menjadi kebijakan resmi. Pemerintah masih membuka ruang diskusi terkait pendekatan terbaik pendidikan gizi.

Exit mobile version