Nasional

Komunitas Permainan Tradisional Dikenai Biaya Rp1,9 Juta di GBK, Netizen Soroti Akses Ruang Publik

10

Sebuah unggahan viral dari akun X (sebelumnya Twitter) @Dinogalak memicu perbincangan hangat tentang mahalnya akses ruang publik di ibu kota. Komunitas permainan tradisional mengaku diminta membayar hingga Rp1,9 juta untuk setiap kali mengadakan kegiatan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

Kegiatan yang dimaksud berupa permainan rakyat seperti bentengan, gobak sodor, hingga lompat tali. Semuanya dilakukan tanpa pungutan biaya bagi peserta, namun komunitas justru terbebani pungutan oleh pengelola GBK.

“Setiap kali mau main, kami harus bayar Rp1,9 juta. Padahal ini cuma permainan rakyat, bukan acara berbayar atau konser,” tulis akun @Dinogalak.

Lebih jauh, mereka menyebutkan pernah dikenai biaya tambahan sebesar Rp6 juta untuk keperluan keamanan dan petugas kebersihan. Unggahan ini langsung menuai ribuan respons dan reaksi dari warganet.

Reaksi Netizen: “Bahagia Saja Dipalak Negara”

Komentar warganet membanjiri unggahan tersebut, sebagian besar mengecam keras biaya tinggi yang dikenakan untuk kegiatan non-komersial.

“Staff GBK ye, laporin pecat langsung klo cuman warning mah ga guna dinegara ini,” tulis seorang pengguna.

“Kebahagiaan itu mahal der, jadi kita sebagai warga negara Indonesia GAK WAJIB BAHAGIA! BAHAGIA AJA MASIH DIPALAK PEMERINTAH,” tulis komentar lain yang langsung disukai ribuan akun.

Sebagian menyebut bahwa ruang publik kini makin sulit diakses tanpa biaya, meski semestinya menjadi tempat bebas dan inklusif bagi masyarakat dari berbagai kalangan.

Penjelasan Resmi dari Pihak GBK

Menanggapi polemik tersebut, Asep Triyadi, Kepala Divisi Humas dan Administrasi Pengelola Kompleks GBK (PPKGBK), memberikan klarifikasi bahwa pungutan tersebut berlaku untuk kegiatan yang bersifat komersial atau berskala besar.

“PPKGBK mendukung dan mengapresiasi setiap aktivitas positif yang dilakukan komunitas secara independen. Di samping itu, pengenaan tarif diberlakukan bagi kegiatan yang bersifat komersil,” ujar Asep kepada Detik.com.

Asep menambahkan, jika kegiatan komunitas melibatkan banyak peserta (lebih dari 20 orang), maka akan diperlukan dukungan operasional seperti petugas kebersihan, keamanan, serta pengawasan teknis, sehingga dibebankan biaya tambahan.

“Untuk mendukung kegiatan tersebut, memang dikenakan biaya operasional. Namun hal ini bisa didiskusikan terlebih dahulu melalui pengajuan resmi,” lanjut Asep dalam wawancara yang sama.


Kanal Pengajuan & Dialog Terbuka

Pihak GBK juga mendorong komunitas untuk menggunakan saluran resmi bila ingin menyelenggarakan kegiatan di area mereka. Pengajuan bisa dilakukan melalui:

Email: info@gbk.id

Akun X Resmi: @love_gbk

Situs resmi: www.gbk.id

Dalam pernyataan publik via akun X @love_gbk, GBK menyatakan komitmennya untuk menjaga kawasan tetap menjadi ruang publik inklusif bagi masyarakat.

Sorotan terhadap Akses Ruang Publik

Polemik ini membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana pengelolaan ruang terbuka hijau dan fasilitas umum di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Banyak pihak menilai bahwa sistem retribusi harus lebih proporsional dan mempertimbangkan nilai sosial dari kegiatan komunitas.

Beberapa pengamat tata kota juga menyarankan perlunya regulasi baru dari Pemprov DKI yang secara tegas membedakan antara kegiatan berskala komersial dan kegiatan sosial-komunal.

Hingga saat ini, belum ada perubahan kebijakan resmi dari pihak pengelola GBK. Namun komunitas permainan tradisional berharap agar akses terhadap ruang publik tidak dibatasi oleh beban biaya, terutama jika kegiatan tersebut mendukung pelestarian budaya, interaksi sosial, dan pendidikan informal.

Exit mobile version