JAKARTA, BERITARAYA.ID – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) H Firli Bahuri, menyambut baik gagasan Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin rencana mengkaji hukuman mati kepada pelaku korupsi.
“Saya menyambut baik dengan adanya gagasan Jaksa Agung RI tentang rencana untuk mengkaji hukuman mati kepada pelaku korupsi,” kata Firli melalui keterangan tertulis, Kamis (28/10).
Firli menambahkan rencana ini perlu didukung karena ancaman hukuman mati hanya diatur dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Perlu diperluas tidak hanya tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat 1 Undang Undang tipikor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, tambahnya.
Menurut Firli berbagai upaya yang telah dilakukan untuk menghentikan perilaku koruptif. Diawali dengan pendidikan masyarakat untuk memberikan kesadaran atas dampak buruk korupsi sehingga membangun karakter yang berintegritas serta menimbulkan budaya antikorupsi.
“Kita pun melakukan pencegahan untuk memperbaiki sistem supaya tidak ada peluang dan kesempatan untuk korupsi,” ujarnya.
Selanjutnya Firli menjelaskan upaya tegas dan keras dengan penindakan juga dilakukan dengan pemidanaan badan dan merampas seluruh asset para pelaku korupsi untuk menimbulkan orang takut melakukan korupsi.
“Tapi korupsi dan perilaku koruptif pun belum bisa terhenti, jelasnya tegas.
Perlu diketahui, sebelumnya Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, membuka kemungkinan penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Pernyataannya disampaikan dalam taklimat kepada para pimpinan di lingkungan kejaksaan saat kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
“Bapak Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan hukuman mati bagi koruptor,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Simanjutak, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (28/10).
Leonard menjelaskan peluang hukuman mati bagi koruptor dibuka yang tengah dikaji Burhanuddin yakni untuk kasus seperti Asabri dan Jiwasraya. Karena, kedua kasus megakorupsi ini tidak hanya menimbulkan kerugian negara tetapi juga berdampak luas kepada masyarakat maupun prajurit.
“Perkara Jiwasraya menyangkut hak-hak orang banyak dan hak-hak pegawai dalam jaminan sosial, demikian pula perkara korupsi di Asabri terkait hak-hak seluruh prajurit di mana ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua,” jelasnya.
Kasus korupsi ada PT Jiwasraya menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun. Sedangkan korupsi PT Asabri (Persero) lebih besar lagi yakni Rp 22,78 triliun.
Oleh karena itu Burhanuddin tengah mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud. Tentu harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai HAM.