Tutup Iklan
Olahraga

Kisah “Mr. Runner-Up”, Legenda Sepak Bola Yang Selalu Gagal Juara

135
×

Kisah “Mr. Runner-Up”, Legenda Sepak Bola Yang Selalu Gagal Juara

Sebarkan artikel ini
Kisah “Mr. Runner-Up”, Legenda Sepak Bola Yang Selalu Gagal Juara

Berita.press – Michael Ballack mungkin menjadi pemain paling sial dalam sejarah sepak bola. Pria kelahiran Gorlitz ini lekat sekali dengan kesialan ketika timnya bertanding pada pertandingan penting.

Legenda Chelsea, Michael Ballack, mungkin menjadi pemain paling sial dalam sejarah sepak bola. Eks gelandang Timnas Jerman itu selalu nyaris mengangkat beberapa trofi bergengsi karena kalah di partai puncak suatu kompetisi.

Berita Ini Di Sponsorin Oleh :
Scroll Ke Bawah Untuk Lihat Konten
Inilah yang membuat Ballack diberi julukan sebagai “Mr Runner-up” akibat kegagalannya tersebut.

Ballack bukan pemain yang buruk. Di posisinya, Ballack adalah salah satu pemain terbaik yang pernah diproduksi oleh sepakbola Jerman.

Ia punya teknik, skill, dan kepemimpinan yang luar biasa di atas lapangan. Oleh karena itu ia dijuluki sebagai Little Kaizer karena dianggap memiliki kehebatan yang sama dengan Der Kaizer, Franz Beckenbauer.

Michael Ballack, merupakan salah satu gelandang hebat dunia pada waktu itu. Oleh Pele, nama Ballack masuk dalam 100 pemain terbaik versinya.

Mari kita perjelas. Mantan punggawa Bayer Leverkusen, Bayern Muenchen, dan Chelsea itu menikmati karier yang sangat sukses ketika masih aktif bermain.

Ballack berhasil memenangi penghargaan Pemain Terbaik Jerman pada tiga kesempatan selama berkarier di Bundesliga. Dia turut menyabet trofi Liga Inggris di Stamford Bridge bersama Chelsea.

Ballack juga membuat 98 penampilan untuk negaranya, mencetak 42 gol sebagai gelandang. Dia dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia sepak bola pada satu tahap dalam kariernya. Tapi, dalam hal trofi yang dimenangkan, Ballack seharusnya meraih lebih banyak lagi.

Kegagalan menjuarai Bundesliga pada 1999/00 hanya dianggap sebagai kesialan semata bagi Ballack. Di laga terakhir, Leverkusen hanya butuh hasil imbang melawan SpVgg Unterhaching. Nyatanya, Leverkusen kalah 0-2. Ballack mencetak gol bunuh diri. Di partai lainnya, Bayern Muenchen menumbangkan Werder Bremen (3-1). Bayern dan Leverkusen sama-sama meraih poin 74 di akhir kompetisi. Namun Bayern lebih unggul selisih gol (45 berbanding 38).Ternyata itu menjadi awal terbukanya pintu “Mr. Runner-up” dalam diri Ballack.

Pada musim 2001/02, pemain kelahiran Gorlitz ini bahkan dua kali mengalami kenyarisan mengangkat piala. Di Bundesliga musim tersebut, tiga laga terakhir berujung kekalahan membuat Leverkusen turun ke posisi dua dan peringkat pertama direbut Borussia Dortmund. Menyangka trofi Liga Champions dan DFB Pokal akan menjadi pelipur lara, Bayer justru kalah 1-2 oleh Real Madrid dan 2-4 dari Schalke 04. Artinya, dalam dua tahun, ia sudah empat kali hanya sebatas nyaris jadi juara.

Kegagalan Bayer Leverkusen pada musim 2001/02 itu menjadi momen paling dikenang sepakbola Jerman. Leverkusen diolok-olok menjadi Bayer Neverkusen. Bayer juga dijuluki Vizekusen (dalam bahasa Jerman, juara kedua disebut Vizemeister).

Tidak sampai situ saja, Ballack juga merupakan bagian dari Timnas Jerman yang kalah di final Piala Dunia 2002 melawan Brasil, meskipun dia tidak bermain di pertandingan terakhir karena skorsing. Padahal, Ballack memainkan peran penting sepanjang turnamen empat tahunan tersebut.

Kutukan terhadap Ballack seolah makin menjadi-jadi karena ia kerap menggunakan nomor punggung 13. Angka 13 secara global memang dikenal sebagai angka sial. Ballack tentu tak percaya hal semacam itu dan ia pun tetap menggunakan nomor punggung 13. Lagipula, Alessandro Nesta yang juga identik dengan nomor punggung 13 tetap meraih kesuksesan dengan menjuarai Piala Dunia pada 2006.

Ballack mendapatkan peningkatan kariernya setelah pindah ke Bayern Muenchen setelah masuk dalam tim terbaik eropa versi UEFA pada 2002. Dia menjadi jenderal lapangan tengah sejati Die Roten. Bersama Bayern, ia sukses meraih double winners kompetisi domestik tiga musim berturut-turut sejak musim perdananya.

Sejarah sayangnya terulang kembali, Pindah dari Bayern, kutukan kembali merasuki Ballack. Chelsea, yang dibelanya usai Piala 2006, meraih treble runner-up bersamanya.

Ballack menjadi bagian dari tim Chelsea yang kalah dalam perburuan gelar Premier League pada hari terakhir, ketika Manchester United memastikan kemenangan 2-0 di Wigan Athletic. Sementara Chelsea yang dilatih Avram Grant saat itu hanya bermain imbang melawan Bolton Wanderers.

Mereka juga menjadi runner-up di Piala Liga 2008 saat gol dari Dimitar Berbatov dan Jonathan Woodgate memastikan kemenangan Tottenham Hotspur.

Paling menyesakkan ketika Ballack memainkan peran utama dalam kekalahan Chelsea di final Liga Champions 2008. Mereka menyerah dari MU melalui adu penalti.

Penderitaan Ballack tak berhenti sampai di situ. Ballack yang menjadi kapten kesebelasan Timnas Jerman saat itu harus kalah di final Piala Eropa melawan Spanyol. Gol Fernando Torres memastikan kemenangan bersejarah Spanyol lainnya di bawah asuhan Luis Aragones. Itu menjadi musim menyedihkan bagi Ballack.

Bukan kebetulan juga jika Timnas Jerman baru meraih gelar juara Piala Dunia pada 2014, empat tahun setelah Ballack pensiun. Ballack bahkan seolah dipaksa pensiun ketika itu. Pelatih Jerman, Joachim Loew, tidak membawanya ke Piala Dunia 2010 karena cedera. Setelah itu, Loew menawarkan dua laga uji tanding untuk Ballack agar ia bisa menggenapi caps ke-100 di Timnas Jerman sebelum ia pensiun.

Ballack yang ketika itu kembali ke Bayer Leverkusen menolak dan meresponsnya dengan pensiun dari Timnas karena merasa tak lagi dihargai oleh Loew. Pensiunnya itu membukakan jalan bagi gelandang-gelandang seperti Sami Khedira, Bastian Schweinsteiger, Mesut Ozil, hingga Thomas Mueller yang kemudian menjadi bagian dari skuat Jerman juara Piala Dunia.

Ballack pensiun dari sepakbola pada 2012. Meski banyak kesempatan juara yang dilewatkan, menurut catatan Transfermarkt, Ballack berhasil mengoleksi 1 trofi Liga Inggris, 1 gelar Piala Liga Inggris, dan 3 Piala FA selama membela Chelsea. Sementara saat berkompetisi di Jerman, dia menyabet 4 trofi Bundesliga, 3 DFB Pokal, dan 3 trofi Piala Liga Jerman.

Trofi Bundesliga dan Liga Primer menjadi trofi paling bergengsi yang pernah diangkatnya. Walau tak sekali pun ia membawa Timnas Jerman juara. Baginya, hal itu tak masalah karena ia merasa telah memberikan yang terbaik dan telah menunjukkan kehebatannya sebagai salah satu gelandang terbaik dunia, terbaik di Jerman.

“Menilai seseorang dari gelar juara terlalu berlebihan. Tentu Lothar Matthaus akan selalu dikenang dengan pencapaiannya pada Piala Dunia 1990, tapi apakah orang-orang bisa mengingat gelar juara apa yang diraih pemain hebat seperti Guenter Netzer, Johan Cruyff, atau Luis Figo? Atau bagaimana cara mereka bermain sepakbola dan cara mereka memimpin tim mereka masing-masing? Aku harap orang-orang pun akan mengingatku sebagai pesepakbola spesial,” tutur Ballack setelah pensiun.

Adapun selama berkarier di level klub, Ballack berhasil menorehkan 151 gol dan 94 assist dalam 604 pertandingan. Ia juga telah mencetak 42 gol dalam 98 caps bersama Timnas Jerman. (Red/Mcmnews.id)