Tutup Iklan
Kolom & Opini

Peran Dan Resiko Wartawan Dalam Menjalankan Tugas

124
×

Peran Dan Resiko Wartawan Dalam Menjalankan Tugas

Sebarkan artikel ini
Peran Dan Resiko Wartawan Dalam Menjalankan Tugas

Oleh: Dedi Ferihatin (Jurnalis)

BERITARAYA.ID – Jurnalis yang sering disebut PERS adalah Pilar ke-empat demokrasi di negara ini, yang mana harus betul-betul menjadi corong masyarakat, yang tidak boleh mempunyai rasa takut dan harus berani bersuara dalam mengungkap fakta mencari sebuah kebenaran untuk keadilan.

Berita Ini Di Sponsorin Oleh :
Scroll Ke Bawah Untuk Lihat Konten

Bekerja menjadi seorang jurnalis alias wartawan tentunya haruslah dengan cara profesional dalam mencari dan meng-cover berita-berita penting yang layak dimuat untuk publik. Namun seorang wartawan selaku pencari berita tentu tidak hanya sekadar tahu menulis dan melaporkan suatu kejadian saja, karena lebih daripada itu, wartawan adalah penyambung aspirasi masyarakat, maka dari itu haruslah paham kode etik jurnalistik tentang keakuratan berita, privasi narasumber, pengujian informasi, hak narasumber, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya tidak ada pekerjaan yang mudah, menjadi seorang wartawan dibutuhkan keberanian, komitmen dan passion untuk menyalurkan berita yang akurat dan layak dikonsumsi masyarakat luas, Kalau hanya sekadar melapor tanpa menguji, maka siapapun pasti bisa jadi wartawan.

Menjadi seorang wartawan tidaklah mudah, yang mana dalam menjalankan tugasnya kita harus betul-betul mengacu kepada UU pokok Pers No. 40 Tahun 1999 Tentang kode etik jurnalistik.

Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik dengan baik dan benar, sedangkan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Jadi tugas pokok seorang jurnalis hanyalah menulis menulis dan menulis akan tetapi didalam melaksanakan tugas sebagai jurnalis selalu menghormati norma-norma dan kode etik jurnalis dan apabila didalam menjalankan tugas profesinya, bagi siapa saja yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang halangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah.

Berikut ini tugas, pokok dan fungsi wartawan dalam buku Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel yang dikutip oleh Budlimbad, sebagai berikut :

1. Authenticator, yakni konsumen memerlukan wartawan yang bisa memeriksa keautentikan suatu informasi.

2. Sense maker, yakni menerangkan apakah informasi itu masuk akal atau tidak.

3. Investigator yakni wartawan harus terus mengawasi kekuasaan dan membongkar kejahatan.

4. Witness bearer, yakni kejadian-kejadian tertentu harus diteliti dan dipantau kembali dan dapat bekerja sama dengan reporter warga.

5. Empowerer, yakni saling melakukan pemberdayaan antara wartawan dan warga untuk menghasilkan dialog yang terus-menerus pada keduanya.

6. Smart aggregator, yakni wartawan cerdas harus berbagi sumber berita yang bisa diandalkan, laporan-laporan yang mencerahkan, bukan hanya karya wartawan itu sendiri.

7. Forum organizer, yakni organisasi berita, baik lama dan baru, dapat berfungsi sebagai alun-alun di mana warga bisa memantau suara dari semua pihak, tak hanya kelompok mereka sendiri.

8. Role model, yakni tak hanya bagaimana karya dan bagaimana cara wartawan menghasilkan karya tersebut, namun juga tingkah laku wartawan masuk dalam ranah publik untuk dijadikan contoh.

Bekerja dalam bidang kewartawanan harus tau juga risiko apa saja yang akan kita dapatkan saat terlibat dalam wilayah pekerjaan.

Resiko seorang wartawan tidak jauh dari delapan resiko yang harus kita ketahui, yakni:

1. Wartawan kental dengan risiko kematian .

Saat melakukan tugas liputan di tempat yang sedang terjadi kerusuhan atau bencana alam, tentunya kita harus siap menghadapi hal-hal yang tidak terduga, termasuk kematian. Nyatanya, bukan hanya tentara yang rela mati bagi negara. Wartawan juga harus rela mati demi berita untuk negara, Jadi kalau kita tidak sungguh-sungguh ingin jadi wartawan, lebih baik jangan.

2. Bekerja dalam industri yang bersifat menuntut.

Bukan seperti di kantor dengan jam kerja yang pasti, Sebagai wartawan kita akan dituntut selalu siap dan siaga, kapan pun, dimanapun, apapun yang kita lakukan, bagaimanapun kondisinya, semua itu harus ditinggalkan demi mendapat berita eksklusif dari tempat kejadian langsung. Wartawan itu bekerja pada industri yang sifatnya menuntut. Menuntut waktu, kecepatan dan pastinya tenaga.

3. Jarang menemukan yang namanya akhir pekan.

Bagi seorang wartawan, akhir pekan bisa jadi bukanlah sebuah akhir pekan, Kita harus selalu siaga dan siap meliput bahkan di akhir pekan. Walau kelihatannya hal ini melelahkan, tapi kita yang sudah passion, pasti justru senang harus terus bekerja, Bahkan di akhir pekan sekalipun.

4. Namanya wartawan, kita juga harus siap punya banyak musuh.

Karena pekerjaan wartawan adalah memberitakan, maka pastinya bukan hanya berita yang baik-baik saja, Berita buruk juga pasti akan kita temukan, terlebih yang berkaitan dengan sebuah kasus, Hal ini memicu adanya pro-kontrak dari berbagai macam pihak yang membaca ataupun mendengarkan berita yang kita sampaikan. Dari situ, kita bakal punya banyak musuh yang merasa tidak setuju dengan apa yang kita tulis atau beritakan.

5. Akrab juga dengan yang namanya stres, apalagi deadline.

Wartawan itu selalu berada dalam naungan deadline tiada henti. Tekanan macam ini pastilah bikin stres dan sebal setengah mati, Kalau ada kejadian yang harus saat itu juga diliput, media tempat kita bekerja pasti berlomba dengan kecepatan untuk jadi media pertama yang menerbitkan, Di saat seperti inilah kita akan akrab banget sama yang namanya stres.

6. Jadwal acara yang tak tentu .

Sebagai wartawan, kita akan dituntut untuk selalu siap siaga. Janjian dengan teman bisa jadi hal yang mustahil kalau ternyata saat itu ada kejadian yang harus kita liput. Jadwal kita tidak akan menentu dalam sehari, kita akan terkejut sendiri dengan selalu berubahnya jadwal yang telah kita rencanakan di awal.

7. Wartawan juga harus flexibel, mudah berpindah-pindah jika ada kejadian .

Buat kita yang tidak betah atau tidak bisa bekerja dengan tempat yang berbeda setiap harinya, wartawan sepertinya bukan pekerjaan yang cocok untuk kita. Pencari berita menuntut kita untuk fleksibel, aktif dan tanggap. Dimanapun kapanpun harus meliput, kita harus siap bagaimanapun kondisinya. Dan juga, kits harus segera menuliskan berita tersebut secepat yang kita bisa.

8. Penolakan itu hal yang biasa, namun kita perlu cara untuk mengakalinya.

Semua berita berhubungan dengan narasumber saat inilah kita akan akrab dengan penolakan-penolakan yang tidak bisa kita paksa. Kita harus memutar otak dan mencari narasumber lain untuk menghasilkan berita yang terpercaya. Sebagai wartawan, kita harus kebal dengan penolakan ini.

Kalau setelah mengetahui semua risiko ini kita masih tetap ingin jadi wartawan, maka jangan berhenti dan terus kejarlah. Jadilah wartawan yang bonafit yang bukan hanya modal suara tapi juga pengetahuan.

Buatlah negeri ini lebih berbobot, dengan menyebarkan berita yang butuh diketahui semua orang, bukan hanya yang ingin didengar saja.

Para wartawan di Indonesia agar jangan takut mengungkap kebenaran dengan menyampaikan secara benar dan profesional di media masing-masing.

Nilai kebenaran yang disampaikan wartawan menjadi kekuatan bagi masyarakat yang merindukan keadilan di negeri ini.